Senin, 07 Juni 2010

bahasa cinta

Ini cinta pertama, kalau memang itu istilah yang pas untuk perasaan yang belum mau kehilanganmu. Suatu saat, ketika meninggalkanmu tidak sesakit jika kehilanganmu sekarang, siapa tau namanya telah berubah menjadi cinta kedua, ketiga, keempat, atau sebenarnya saat itu ia masih disebut cinta monyet. Tapi untuk sekarang kita sepakati saja ini adalah cinta pertama. Tentang aku, untukmu.

Kau tau, dulu kau pernah marah-marah karena ketinggalan bus dan mesti menunggu lebih dari dua jam untuk bus berikutnya. Kau tidak terima dengan waktu yang terbuang percuma. Kau mengutuki setiap kemungkinan penyebabmu ketinggalan bus hari itu. Tapi tentu saja tidak dengan teriak-teriak seperti orang gila. Kau hanya diam menggerutu bersama dirimu seorang. Karena begitulah kau. Begitu terlihat tenang, begitu terlihat sabar. Aku juga belum terlalu mengerti apa kata terlihat pas untukmu, sepertinya ketenangan dan kesabaran itu lah yang memilihmu. Seperti gaun yang pas untuk pesta dansa. Seperti sepatu kaca yang memilih cinderella.

Aku mulai meragukanmu sekarang, untuk menunggu yang membuatmu begitu kesal. Menunggu bagiku menghadiahkan pada waktu agar sebentar saja ia dapat menikmatiku. Menikmati pikiranku yang begitu sederhana, kalau tak mau dibilang tak berguna. Dan aku mampu menikmati skenario-skenario kecil tentangmu. Bagaimana rambutmu terurai. Bagaimana sabit muncul di bibirmu saat kau tersenyum. Bagaimana mata yang berkilau mu memantul di mataku hingga dibuatnya ia sayu. Barulah saat dari ujung jalan kau berjalan tergesa menujuku, skenario itu hilang, lenyap sama sekali, berubah menjadimu seutuhnya. Berubah menjadimu yang lebih sempurna.

****

“bagaimana cara mu mendefinisikan cinta?”
“aku tidak pernah mencoba mendefinisikannya. Entah kata itu ada atau tidak. Entah ia malah di atas segalanya atau tidak. Aku tidak tau.”
“kenapa tidak kau cari tau?”
“takut. Aku takut ketika mengetahuinya mungkin aku akan menyadari ketidakadaanku sendiri.”
“maksudnya?”
“apa kau mendefinisikan cinta?”
“aku membencinya”
“kenapa?”
“aku juga tidak tau”
Aku tidak tau, malam itu ternyata kita memikirkan hal yang sama dalam diam. Ketika aku sendiri tidak pernah tau apa itu cinta, dan kau yang tidak menyukainya. Lalu kita apa? Sepasang kekasih yang berciuman saat bibir kita sedang kering. Atau sepasang manusia yang saling menelan purnama saat ia sendiri merasa kesepian.

****