Sabtu, 23 Agustus 2014

Debu yang bertahan di atas meja


Tidakkah kita seperti debu yang bertahan diatas meja. Menunggu angin membawa kita pergi. Menakuti air yang akan menenggelamkan kita dalam.
Kalau kita begitu rapuh lalu kenapa kita bertahan. Tidakkah bagimu kerapuhan hanya akan menyulitkan. Tidakkah bagimu kepastian lebih tidak menguntungkan.
Kalau kita begitu naif lalu kenapa kita berharap. Tidakkah sesal yang kau pupuk lebih melelahkan.
Kita sering kalah oleh rayuan kita sendiri. Kira sering bertanya tanya kenapa ia tak senyata ketika ia diucapkan.
Tapi kita pura pura bodoh. Kita pura pura tidak mendengarkan.

Senin, 23 Desember 2013

kita

Kamu terlalu laki laki. Dan aku terlalu perempuan. Hal yang membuat kita terluka sangatlah jauh berbeda, mungkin kecuali satu, saat aku atau kamu sama sama tidak lagi dicintai. Itupun belum bisa ku jamin sebanyak persentase.

Aku yang terlalu perempuan itu mungkin terlalu sering menata nata kata, menimang nimang huruf satu persatu. Deret kata manakah yang lebih merdu untuk mengatakan satu rindu setiap kali.

Kamu yang terlalu laki laki malah terlalu sering berpura pura, atau berpura untuk berpura pura lagi untuk kemudian pelan pelan jatuh hati,pun lalu menelannya seolah itu bukan apa apa.

Kita mengarang ngarang keadaan. Keadaan mengarang di atas kita.
Kita manut.
Nurut.

Jumat, 28 September 2012

di atas kereta

Benar,aku sedang diatas kereta yang menujumu. Lalu apa yang kau ingin aku ceritakan? Tentang bekal rindu inikah? - Tadi aku pikir dibalik kaca berteralis ini adalah laut. Tapi uap air yang dikaca itu menceritakan sejarah cinta,mungkinkah itu sebenarnya airmatamu? Menjemput rindu yang tak sengaja kubawa? -semarang,mei 2012,diatas kereta,hujan-

Rabu, 05 September 2012

jika saja aku mampu membaca matamu yang tak sekalipun berkedip memandang

kalau saja kau bisa membaca tanda. atau jika saja aku mampu membaca matamu yang tak sekalipun berkedip memandang. mungkin kita mampu menarik kesimpulan tanpa terlebih dahulu berpura pura lalu terluka. jika saja sewaktu lahir ibu tidak pernah tau tentang dongeng cinderela dan putri salju atau ayah bukanlah seorang buron kehidupan. mungkin aku bisa mencintaimu lebih tulus. mungkin aku bisa menyuguhi mu hidangan 'aku'. dan kita bisa membuat dongeng kita sendiri dan membukukannya sendiri di ingatan lalu memamerkannya ke kehidupan. jika saja mampu kuhitung berapa butir cinta yang mampu kuberikan di kehidupan pertama ini. mungkin aku telah kehabisan peluru, karena semua nya tengah bersarang di jantungmu. tapi kita bukan pendongeng. kita bukan penyair. kita bukan bala kehidupan. kita hanya bagian tidak singkron dari papahan-papahan kecil cerita Tuhan. kita mengarang karangan yang akhir cerita nya telah terlebih dahulu ditentukan. kita mungkin tidak boleh bahagia, karena mungkin kita tidak berperan sebagai si yang bahagia. kita mungkin saja adalah prajurit yang terjatuh ke dalam jurang di balik hutan belum bernama dengan tiga peluru bersarang di dada. atau kita mungkin yang menghitung kembang di tanah lapang dimana tubuh tubuh terdahulu terkubur dingin. atau kita mungkin para penghuni kereta malam. menuju suatu tempat untuk kembali lagi ke kereta yang sama, sekedar melelapkan siang tadi yang terlalu terik, yang terlalu kering di lidah dan terlalu basah di kulit. maka jika saja aku mampu membaca matamu yang tak sekalipun berkedip memandang. kita pasti masih baik-baik saja.

Senin, 20 Agustus 2012

tentang para sepi

Mungkin aku memang tidak normal. Aku terlalu meyakini bahwa hidup memang seharusnya berbelit belit. Bahwa pertemuan selalu ada dan kata selamat tinggal selalu membuntuti dibelakang. Mungkin kamu selama ini benar. Bahwa aku tidak seharusnya membayangkan skenario skenario absurb yang mungkin terjadi. atau bahwa setiap jatuh cinta adalah cinta monyet sehingga semua kisah akan selalu berakhir tidak bahagia. Mungkin sebaiknya kutinggalkan saja hati itu sendirian. Kurasa ia sudah cukup diperolok dan dilukai.pun kau sendiri tau bahwa ia sudah terlalu trauma untuk tidak menangis. Maka memang sebaiknya kutinggalkan saja ia sendiri,si hati yang rapuh itu. Toh ia pun pasti sudah sudah berteman baik dengan para sepi.

Minggu, 01 Juli 2012

akulah, Tuan

akulah, Tuan. yang menciptakan badai pada Adam. yang melumuri jantungnya dengan madu dan wangi kembang. kutoreh hatinya dengan lamban dan dalam. kuukir nama bukan-Mu hingga ia buta. buta pada arah arah dan mata angin. buta pada lagu lagu dan ayat. kugiring ia melintasi lekuk lekuk kulit dimana dibaliknya yang bukan dosa tak pernah ada. kutemani ia menjilati melati hingga tak ada lagi wangi lain yang ia hapal dikepalanya. kini tamparlah aku, Tuan. hempaskan aku ke balik pasir, kubur aku di kedap angin, bakar aku dengan kabut kabut pedih. tapi, Tuan, pertama aku bukanlah apa. merangkakpun aku tak tau cara. Kau papah kedua lenganku hingga mampu ku bentuk tapak tapak mungil di bumi. kini, kukembalikan ia, lenganku itu, papahlah ia. mungkin bumi tak lagi bersedia memunculkan jejak kakinya.